Tampilkan postingan dengan label Self-thought. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Self-thought. Tampilkan semua postingan

Memaknai Kehilangan

Bagaimana kamu memaknai hilang?


Sudahkan dirimu ikhlas melepaskan?


Sudikah dirimu melepas sluruhnya?


Dunia ini tak akan kekal, kan?


Tak ada yang baik-baik saja dari sebuah kehilangan. Kehilangan yang menuju pada melepaskan sluruh apa yang ada pada diri. Mau tidak mau, bisa atau tidak bisa harus diikhlaskan dan merelakan pergi sejauh-jauhnya. Dunia hanyalah tempat persinggahan sementara tuk memaknai hidup sebaik-baiknya.


Sejatinya, manusia berhak tak merasa baik-baik saja perihal kehilangan. Entah kehilangan sanak keluarga, hak milik, dan apapun itu. Manusia memiliki perasaan, seutuhnya adalah miliknya, sampai kapanpun itu. Namun kehilangan memiliki tempat besar pada hati yang tak bisa sembuh seutuhnya, butuh waktu dan keikhlasan yang besar.


Tak ada yang kekal. Tak ada yang abadi. Kita hidup dalam persinggahan dan menjadi tokoh utama. Suka tak suka, rela tak rela, ada Dia sepenuhnya yang telah merencanakan seluruhnya dan manusia hanyalah pemerannya. Tak sadar pula, kita mengutuk keputusan-Nya dan menyalahkan takdir yang telah ditetapkan-Nya.


Hakikat manusia sejatinya ialah pulang, pulang menemui-Nya. Dan, memaknai kehilangan adalah menemukan keikhlasan dan merelakan dengan lapang dada serta berdamai pada diri sendiri dan keputusan-Nya. 


"Bukankah penerimaan dapat melapangkah hati?"



Kendari, 16 Januari 2023.

Continue reading Memaknai Kehilangan

Pergi untuk Pulang ( Keabadian )

Aku pergi,

untuk pulang.

Maaf untuk tidak pamit padamu.

Aku pergi,

untuk pulang.

Maaf tidak mengucap selamat tinggal.

Hanya saja,

ini terlalu mendadak.


Aku kini pergi,

melihat dunia lebih luasnya lagi.

Aku kini pergi,

untuk pulang.

Kembali pada yang semestinya.


Bukankah pada temu ada pisah?

Tidak apa.

Hanya saja aku sedikit lelah saja.

Lain kali,

kita akan ketemu,

pada saatnya.

Terima kasih,

untuk setiap kenangan yang kita dekap.


Terima kasih,

atas hari yang kita satukan.

Kini, aku titip

dunia lebih luas padamu.

Biarkan kakimu melangkah pijakan.


Maaf tidak pamit.

Terima kasih tlah mengisi hariku.

Continue reading Pergi untuk Pulang ( Keabadian )

Acceptance, sebuah proses penerimaan




Proses penerimaan diri.

Sampai kapan aku mengusahakan pilihan orang lain?

Sampai kapan aku mengejar yang bukan dari hatiku?

Sampai kapan?

Sampai kapan aku memenuhi ekspektasi orang lain?

Berpura-pura bahagia?

Berpura-pura baik-baik saja?


Sampai kapan?

Gak capek?


Kapan aku mampu menolak? Mengatakan tidak pada apapun yang belum bisa aku usahakan? Lebih berani untuk meneriakan apa yang ada dihatiku.

Sampai kapan mendengar omongan orang lain tentangku?

Aku hanya memiliki dua tangan. Hanya mampu menutup dua telinga, tidak akan pernah mampu menutup keluh kesah setiap orang padaku.

Jalani saja.


Jalani tanpa sadar aku telah menghabiskan sluruh waktuku untuk bertumbuh dan memperbaiki diri. Melangkah saja, jika aku menemukan sebuah situasi yang buatku tak nyaman. Bukankah kita berhak untuk menolak?


Jalani saja.

Melangkah bebas,

seiringannya waktu.

Mungkin esok jauh lebih baik daripada hari ini.


Bukankah aku berhak menerima bahagia tawa setelah menemui luka-luka? Menerima diri apa adanya. Inilah aku, yang berusaha tumbuh tanpa adanya luka lagi.


Aku yang apa adanya, tak berhak menerima penghakiman sepihak oleh omong kosong tak berpondasi. Kenalilah aku, tolong.


Namun, paling utama adalah hati. Hati yang nyaman dalam proses penerimaan diri. Penerimaan diri yang perlahan mulai dipahami oleh kita sendiri, tanpa adanya ekspektasi jauh.





Kendari, 20 Juli 2022

21.44

Continue reading Acceptance, sebuah proses penerimaan

Memanusiakan Diri Sendiri

 Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang mudah beradaptasi terhadap lingkungan dan membaca situasi. Seringkali, seseorang memberi sebuah prioritas terhadap yang lain, namun acapkali melupakan prioritas utamanya untuk memanusiakan diri sendiri.


Emosi yang sudah tak tertahankan menjadi luka yang sulit untuk tertata kembali. Memanusiakan manusia, tak masalah. Justru menjadi sebuah hal baik dan lumrah untuk dilakukan. Memanusiakan diri sendiri? Salah satunya aku yang sering abai. Lukaku yang tak pernah sembuh, masalahku yang tak berani aku adukan, dan tangisku pun ditahan pada satu waktu. Sehingga menjadi penyakit yang tak dapat aku sisihkan dari bagian hidup.


Memanusiakan diri sendiri dimulai dari hal hal dasar dan terkecil, menurutku. Dan, aku pun mulai sadar dan memulai secara perlahan hal tersebut.


Mengajak bicara inner child. Apa yang telah aku lakukan hari ini, apa yang aku rasakan, emosi yang telah aku habiskan seharian penuh serta tak lupa aku memberi kesempatan take a breath perlahan dan memikirkan hal baik.


Mencintai diriku sendiri. Nah, kadang pula saya abai perihal diriku sendiri dan mendahulukan kepentingan yang lain. Tak pernah lupa akan diri orang lain, namun akan diriku sering terbengkalai. Memaksa kehendak yang lain sedang aku lelah dan butuh istirahat. Mencintai diriku sendiri, paling utama dan harus berani untuk menolak dalam keadaan apapun jika aku butuh. Mengambil sejenak waktu dalam memulihkan perasaan dan emosi termasuk memberi cinta kasih pada diri sendiri, kan?


Mencintai diri seperlunya. Jika mencintai hingga diambang batas dan tak terkontrol pun, perlahan mematikan ego. Seperti apa? Mencintai diri yang terkontrol yang terlalu berlebihan, hingga pada akhirnya kita luput untuk memikirkan hal lainnya yang menjadi prioritas selain diri sendiri.


Nah, selanjutnya tak lupa untuk berucap kata maaf dan terima kasih bagi diri sendiri. Memberi kesempatan untuk tetap merasai segala sensasi emosi yang telah terjadi hari ini dan selanjutnya. Pada dasarnya, diri kita pula yang telah membersamai hari penuh ditemani emosi yang kadang berubah.



Menurut kamu, gimana memanusiakan diri sendiri versi kamu?

Continue reading Memanusiakan Diri Sendiri

Kamu termasuk people pleaser?

Apakah kamu termasuk people pleaser atau tidak enakan? Yuk sesekali ubah kebiasaanmu.


Manusia adalah salah satu makluk sosial yang memiliki empati dan emosi yang baik. Serta, manusia mudah beradaptasi dan saling membutuhkan/membantu satu sama lain. Namun, kadangkala manusia lupa perihal kondisi tersebut sering disalah artikan oleh sebagian orang. Ada apa sih? Nah, manusia kerapkali mementingan kepentingan / kebutuhan serta kebahagian orang lain tanpa memikirkan kepentingan / kebahagiaannya sendiri.


Menurut kamu wajar gak sih? Sebagian orang menganggap wajar, jika dijadikan kebiasaan maka hal itu pun bisa menyakiti diri sendiri dari ketidakmauan/kesulitan menolak.  Hal tersebut disebut people pleaser. Apa sih people pleaser?


Menurut Susan Newman, psikolog dari Amerika nih bahwa people pleaser tersebut lebih mementingkan kebahagiaan atau kebutuhan orang lain daripada diri sendiri sehingga mudah menyakiti diri. Kesulitan menolak dan mengatakan "aku tak bisa" atau biasa disebut tidak enakkan menjadikannya sulit mengekspresikan dirinya. Hal ini pun membuat seseorang sulit mengekspresikan diri sendiri, ketidaksukaannya, dan tidak mau dianggap aneh karena menolak pertolongan orang. Nah, people pleaser atau tidak enakkan biasa ingin mendapatkan pengakuan ataupun penerimaan dari orang lain bahwa mereka bisa atau pun mampu padahal mengalami kesulitannya.


People pleaser didasari dari lingkungan sedari kecil. Mengapa? Karena dituntut untuk selalu berbuat baik dan memberi contoh serta tidak dibiasakan untuk menolak sejak dini. Berbuat baik pun tak salah, tapi bisa diporsir sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.


Cara mengatasinya?

1. Mengucapkan maaf dan belajar menolak perlahan.

Dengan memberanikan diri untuk mengatakan "maaf, aku tidak bisa" tidak membuatmu menjadi jahat. Dengan mengucapkan maaf dan menolak dengan perlahan serta memberikan pengertian yang mudah dimengerti seseorang akan menerimanya dengan baik pula. Tak perlu memaksamu untuk selalu mengatakan "Iya aku bisa" padahal diri kamu sedang mengalami kesulitan.


2. Buatlah daftar pencapaian atas dirimu.

Nah, tulislah mengapa dan bagaimana kamu harus membantu seseorang atau pun alasan berhenti menjadi people pleaser. Jangan ragu untuk berkonsultasi terhadap yang berprofesional agar membantumu untuk mengatasi people pleasingmu.


3. Sadari bahwa ada orang-orang yang siap membantu


Nah, pelajari lebih lanjut bahwa bantuanmu sangat dibutuhkan oleh orang yang membutuhkan bantuanmu. Serta, tak lupa untuk lebih bersosialisasi lebih baik lagi.


Kita tidak perlu menjadi super hero setiap waktu untuk membantu orang lain. Kadang pula kita lupa akan kebahagiaan kita demi mendepankan kebahagiaan seseorang. Sadari sejak dini dan jika saja kamu butuh bantuan, kamu jangan ragu. 

Continue reading Kamu termasuk people pleaser?

Untukmu, yang Pernah Membersamai

Untukmu, yang pernah menjadi poin terpenting dalam hidupku setahun kebelakang. 

Terimakasih, telah menyambutku dengan sukacita. Kamu, yang memberiku dekapan hangat tanpa aba-aba. Kamu, yang memberiku senyuman lebar dalam setiap iringan waktu.


Untukmu, yang pernah singgah dalam hidup meski sejenak. Terimakasih, menjadikanku sedikit lebih kuat. Kini, pijakanku sedikit kokoh dalam melangkah bersama mimpi-mimpi yang sempat patah. Terimakasih, kamu mampu menjadi pion dan landasan ketika diri saya belum mampu menerka segala cerita hidup. Tapi kamu, datang menghampiriku membantu menopang dan merekatkan kembali mimpi yang patah.


Untukmu, yang pernah singgah. Meski sejenak kita mencipta kisah, saya tahu kamu pun sama apa yang saya rasakan. Sempat terbesit bahwa, dahulu saya belum mampu menegakkan bahuku dalam mengekspresikan ketidaksukaanku, belum mampu mengambarkan seisi hatiku, dan masih banyak hati yang retak belum tersembuhkan. Namun, kamu tetap saja memaksaku untuk sedikit lebih ego dalam menjelaskan isi hati bahkan pikiranku pun. Kamu yang perlahan memungut segala retakan yang ada disekelilingku meski kamu terlampau lelah dengan pola hidup yang sama.


Maaf, dan terimakasih.

Maaf aku sekarang lebih penakut perihal diri.


Terimakasih telah datang menghampiriku dan mendekapku saat ada rasa ketakutan serta kecemasan yang ada padaku.


Jika dilain waktu kita bertemu, aku hanya sekedar menyapamu dan memelukmu lagi.

Continue reading Untukmu, yang Pernah Membersamai