Penerbit Linimasa
Penulis Kartini F. Astuti
Dalam kesempatan kali ini, saya memberi ulasan mengenai Rahasia Melepaskan oleh Kartini F. Astuti. Buku ini berupa self-improvement yang dimana berisikan narasi pendek namun melekat pada kehidupan kita yaitu sebagai "hamba yang lemah" pada Tuhannya. Bukan untuk menggurui tetapi kita diberi kesempatan untuk memaknai dan menerima sebuah rahasia melepaskan yang sesungguhnya. Buku ini terdiri dari tiga bagian diantaranya : bagian 1 melepaskan cinta, bagian 2 melepaskan ketakutan, dan bagian 3 melepaskan harapan.
Bagi saya, buku ini ini cukup memberi kesan yang powerfull setelah membacanya kurang lebih hampir dua minggu. Namun, semakin saya terjun langsung buku ini memberi saya sebuah pelajaran dari keseluruhan bagian. Pada bagian satu yaitu melepaskan cinta ada kalimat yang saya sukai dari bagian ini ialah;
"Satu hal yang paling sulit kita korbankan di antara semua yang sudah pernah kita genggam hari adalah perasaan. Namun, percayalah. Kita tidak sedang menjaga perasaan orang lain. Kita hanya sedang menjaga perasaan diri sendiri dari rasa kecewa orang lain" (Page 42)
Kalimat diatas menurutku menarik, sebab pada kehidupan kita lebih menjaga perasaan orang lain. Memang benar, perasaan adalah anugerah yang patut disyukuri oleh hamba-Nya. Jika saja kita genggam terlalu erat maka perasaan akan membuat kita hancur. Perasaan yang menggebu, luruh atas genggaman kita. Kita mungkin masih mencari sebuah perhatian oleh manusia lain, mencuri perhatian Tuhan untuk manusia lain. Jika ekspektasi orang tersebut tak sesuai maka bukan mereka yang sepenuhnya kecewa melainkan perasaan kita sebab jauh dari ekspektasi sesungguhnya. Apakah kita telah seserius itu mencuri perhatian Tuhan?
Pada bagian dua ialah melepaskan ketakutan. Pada bagian ini, saya menyadari bahwa untuk melepaskan ketakutan ialah tidak takut untuk mencapai sebuah kegagalan. Mengapa? Sebab, mimpi yang sempat kandas akan kembali datang pada mereka dalam bentuk yang lebih indah dalam kurun waktu yang terbaik.
Pernah menerima pertanyaan berupa "Apa cita-cita tertinggimu?" atau "Apa cita-cita terpendekmu?". Pada bagian ketiga yaitu melepaskan harapan. Jika mendapatkan pertanyaan seperti diatas kita akan melayang dalam imajinasi sembari menyebutkan mimpi kita. Namun kita lupa bahwa kita tak hidup untuk masa depan melainkan hidup untuk hari ini. Bukan untuk tidak mengejar masa depan, hanya saja kita kerap lalai untuk apa kita hidup untuk hari ini. Kita sedang belajar menghargai dan menikmati perjuangan kita hari ini dengan bersyukur sebab masa depan kita masih urusan Tuhan. Tak apa untuk lebih berharap namun langkah kita menuntun untuk lebih kuat bersama proses hari ini.
0 comments:
Posting Komentar