Proses penerimaan diri.
Sampai kapan aku mengusahakan pilihan orang lain?
Sampai kapan aku mengejar yang bukan dari hatiku?
Sampai kapan?
Sampai kapan aku memenuhi ekspektasi orang lain?
Berpura-pura bahagia?
Berpura-pura baik-baik saja?
Sampai kapan?
Gak capek?
Kapan aku mampu menolak? Mengatakan tidak pada apapun yang belum bisa aku usahakan? Lebih berani untuk meneriakan apa yang ada dihatiku.
Sampai kapan mendengar omongan orang lain tentangku?
Aku hanya memiliki dua tangan. Hanya mampu menutup dua telinga, tidak akan pernah mampu menutup keluh kesah setiap orang padaku.
Jalani saja.
Jalani tanpa sadar aku telah menghabiskan sluruh waktuku untuk bertumbuh dan memperbaiki diri. Melangkah saja, jika aku menemukan sebuah situasi yang buatku tak nyaman. Bukankah kita berhak untuk menolak?
Jalani saja.
Melangkah bebas,
seiringannya waktu.
Mungkin esok jauh lebih baik daripada hari ini.
Bukankah aku berhak menerima bahagia tawa setelah menemui luka-luka? Menerima diri apa adanya. Inilah aku, yang berusaha tumbuh tanpa adanya luka lagi.
Aku yang apa adanya, tak berhak menerima penghakiman sepihak oleh omong kosong tak berpondasi. Kenalilah aku, tolong.
Namun, paling utama adalah hati. Hati yang nyaman dalam proses penerimaan diri. Penerimaan diri yang perlahan mulai dipahami oleh kita sendiri, tanpa adanya ekspektasi jauh.
Kendari, 20 Juli 2022
21.44
0 comments:
Posting Komentar