Review Hidup Apa Adanya
Buku ini saya temukan disalah satu rekomendasi instagram, lalu saya agak tersentil dengan judul buku tersebut. Hidup apa adanya, yah apa adanya. Tidak perlu berlarut oleh hidup yang terus ada apanya. Kim Suhyun ingin mengajak kita untuk lebih mengenal diri sendiri melalui tulisan ini yang sedang mencari "jati diri" atau "apa yang ingin kita lakukan oleh diri kita".
Buku ini kita diberi gambaran bahwa kita harus lebih peka terhadap diri sendiri. Bukan sekadar buru-buru atau balapan dengan yang lain, namun slow down dan menikmati alur proses pada diri sendiri. Menciptakan batasan tertentu, namun masih bisa berbaur dalam lingkung sosial.
Singkatnya, buku ini memiliki pesan hangat yang ingin disampaikan oleh Kim Suhyun, dan relate bagi yang sedang mencari-cari apa yang ingin temukan. Hidup untuk menghormati diri sendiri, kita diajak untuk mengapresiasi sgala pencapaian tanpa membandingan dengan orang lain. Lebih bangga menjalani hidup meskipun biasa-biasa saja. Toh, kita akan spesial diwaktu yang tepat.
Be your self. Penulis mengajak kita untuk mengetahui harga diri kita sendiri. Dengan membentuk segala kemantapan agar bisa mengatasi masalah dan melindungi diri sendiri. Menjalani hidup dengan apa adanya tanpa persepsi orang lain, menjalani hidup untuk diri sendiri dan bukan untuk orang lain. Itulah harga diri kita sendiri, kita ciptakan.
Lalu, tentukan standar kebahagianmu sendiri. Kebahagiaan bukan tujuan akhir dalam hidup, namun kebahagiaan tersebut memberi kita cara untuk ikhlas, mencintai kelemahan diri sendiri, memaafkan masalalu, dan bersikap dewasa. Hakikatnya, Kim Suhyun ingin kita menemukan standar kebahagiaan kita setiap hari dan belajar.
Kim Suhyun ingin kita tidak terlalu banyak menuntut pada diri sendiri. Apalagi hal ini relate bagi muda-mudi yang sedang kebingungan menemukan arah jalannya dan terkendala oleh tuntutan sosial. Namun, saya belajar untuk dapat menemukan harga diri saya sendiri tepatnya seberapa berharganya saya. Saya berharga karna diri saya sendiri, saya yang berpijak oleh kekuatan sendiri.
[ REVIEW ] Aku Ingin Pulang meski Sudah di Rumah
Buku ini ditulis oleh Kwon Ra-bin lalu diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Buku Aku Ingin Pulang meski Sudah di Rumah terdiri dari 4 bagian, diantaranya : 1) Kebahagiaanku lebih berharga daripada apapun, 2) untukmu yang menghadapi sulitnya kehidupan, 3) jika kau tidak tahu alasan kita berpisah, dan 4) pada akhirnya kita akan jatuh cinta lagi.
Dari sudut pandang saya, isi buku ini menarik serta ilustrasi yang dikemas cukup baik berdasarkan kisahnya. Buku ini memiliki kesan yang baik bagi saya. Mengapa? Bagi orang lain, ada dari mereka yang pulang ke rumah namun tidak menemukan kehangatan. Rumah yang mereka tempati layaknya tempat singgah dan asing. Ada perasaan tidak nyaman saat kita saling beradu pada "rumah" tersebut.
Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis. Layaknya sebuah diary yang ingin disampaikan oleh penulisnya bahwa kita tak sendirian yang merasakan perihal rasa tak nyaman tersebut. Rumah yang semestinya hangat namun terasa sepi. Pada bagian 1 dan 2 bagi saya relateable buat diri sendiri, sebab kita diajak untuk lebih jujur dan mengakui perasaan kita. Perasaan yang campur aduk, ketidaksukaan, amarah, sedih, dan segala emosi yang telah satu padu hingga menumpuk di pelupuk hati.
"Tidak apa-apa. Ini bukan tentang masalah siapa yang lebih sulit. Masalah apapun itu sudah cukup membuat kita menderita. Aku sepenuhnya memahami kesulitanmu." (Page 36)
Dari kutipan diatas, kita diberi sebuah lesson bahwa jangan pernah membandingkan kesulitan dengan orang lain. Mengapa? Sebab, kita memiliki porsi kesulitan yang berbeda dan orang lain memiliki bebannya sendiri. Lalu, untuk mengatasi hal tersebut tidak apa-apa kita sejenak untuk melarikan diri. Bukan untuk menghindar melainkan menenangkan perasaan tak nyaman pada hati sebab hidup terus berputar untuk menciptakan hidup dengan perasaan yang lebih hangat. Kisah bisa kembali kapan saja setelah merasa siap dan menjadi lebih kuat dalam penerimaan hidup.
Kendari, 4 Januari 2021
Review Buku : Rahasia Melepaskan oleh Kartini F. Astuti
Penerbit Linimasa
Penulis Kartini F. Astuti
Dalam kesempatan kali ini, saya memberi ulasan mengenai Rahasia Melepaskan oleh Kartini F. Astuti. Buku ini berupa self-improvement yang dimana berisikan narasi pendek namun melekat pada kehidupan kita yaitu sebagai "hamba yang lemah" pada Tuhannya. Bukan untuk menggurui tetapi kita diberi kesempatan untuk memaknai dan menerima sebuah rahasia melepaskan yang sesungguhnya. Buku ini terdiri dari tiga bagian diantaranya : bagian 1 melepaskan cinta, bagian 2 melepaskan ketakutan, dan bagian 3 melepaskan harapan.
Bagi saya, buku ini ini cukup memberi kesan yang powerfull setelah membacanya kurang lebih hampir dua minggu. Namun, semakin saya terjun langsung buku ini memberi saya sebuah pelajaran dari keseluruhan bagian. Pada bagian satu yaitu melepaskan cinta ada kalimat yang saya sukai dari bagian ini ialah;
"Satu hal yang paling sulit kita korbankan di antara semua yang sudah pernah kita genggam hari adalah perasaan. Namun, percayalah. Kita tidak sedang menjaga perasaan orang lain. Kita hanya sedang menjaga perasaan diri sendiri dari rasa kecewa orang lain" (Page 42)
Kalimat diatas menurutku menarik, sebab pada kehidupan kita lebih menjaga perasaan orang lain. Memang benar, perasaan adalah anugerah yang patut disyukuri oleh hamba-Nya. Jika saja kita genggam terlalu erat maka perasaan akan membuat kita hancur. Perasaan yang menggebu, luruh atas genggaman kita. Kita mungkin masih mencari sebuah perhatian oleh manusia lain, mencuri perhatian Tuhan untuk manusia lain. Jika ekspektasi orang tersebut tak sesuai maka bukan mereka yang sepenuhnya kecewa melainkan perasaan kita sebab jauh dari ekspektasi sesungguhnya. Apakah kita telah seserius itu mencuri perhatian Tuhan?
Pada bagian dua ialah melepaskan ketakutan. Pada bagian ini, saya menyadari bahwa untuk melepaskan ketakutan ialah tidak takut untuk mencapai sebuah kegagalan. Mengapa? Sebab, mimpi yang sempat kandas akan kembali datang pada mereka dalam bentuk yang lebih indah dalam kurun waktu yang terbaik.
Pernah menerima pertanyaan berupa "Apa cita-cita tertinggimu?" atau "Apa cita-cita terpendekmu?". Pada bagian ketiga yaitu melepaskan harapan. Jika mendapatkan pertanyaan seperti diatas kita akan melayang dalam imajinasi sembari menyebutkan mimpi kita. Namun kita lupa bahwa kita tak hidup untuk masa depan melainkan hidup untuk hari ini. Bukan untuk tidak mengejar masa depan, hanya saja kita kerap lalai untuk apa kita hidup untuk hari ini. Kita sedang belajar menghargai dan menikmati perjuangan kita hari ini dengan bersyukur sebab masa depan kita masih urusan Tuhan. Tak apa untuk lebih berharap namun langkah kita menuntun untuk lebih kuat bersama proses hari ini.
Review Buku : Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah
Buku ini berisikan esai pendek berupa pengembangan diri yang sangat relateable perihal proses pencarian jati diri dan mengalami quarter of life yang dituliskan oleh Geulbaewoo. Buku ini juga di rekomendasikan oleh Sungjin DAY6.
Dari tulisan Geulbaewoo kita diajak untuk saling bercerita dan turut langsung ikut dalam perjalanan seorang Geulbaewoo. Nah, dalam buku ini berisi 3 bagian besar yang esainya mudah dipahami yaitu bagian satu yaitu Kau Pasti Bisa Mewujudkan Banyak Hal. Bagian kedua Meski Jatuh Berulang Kali; Untukmu yang Kelelahan Karena Selalu Menahan Semuanya Sendiri. Bagian Ketiga Kesukaan yang Paling Menunjukkan Jati Diri.
Layaknya refleksi diri, kita dapat memahami pengalaman yang didasari oleh penulis. Mengalami sebuah kegagalan berkali-kali yang dalam proses kegagalannya perlahan penulis menemukan apa yang sedang dicarinya. Seperti menemukan titik terang atau pun harta karun dari kegagalan yang dialami oleh Geulbaewoo.
“Walau jalan yang kau lalui sepi, dan tak ada orang yang memperhatikan atau menghargainya bukan berarti jalan yang kau lalui itu salah. Teruslah berjalan. Saat kau terus berjalan, kau akan bertemu dengan sosok terbaik dirimu, bukan sosok yang kau benci atau disukai oleh orang lain.” (page 84)
Pada sepenggal kalimat diatas, saya menemukan satu pembelajaran bahwa meskipun jalan yang kita telusuri terasa sepi tanpa dukungan bukan berarti kita memilih jalan yang salah. Namun sedang bertumbuh dan menemui sosok baru yang belum kita jumpai dari diri kita sendiri.
Saya pun belajar dari buku ini bahwa kita perlu untuk beristirahat dan mengambil jeda. Tak apa kita merasa lelah karena kita tahu bahwa setiap orang perlu memulihkan diri dari perjalanan panjangnya. Kita juga diajak untuk lebih menghargai sebuah kegagalan serta mencintai dan mengajak berdamai diri sendiri dari ketidaksempurnaan kita. Sebab, kita adalah manusia berharga.
Ah iya, bagian kesatu dan bagian ketiga adalah yang paling relate sama kehidupan yang sedang saya jalani pada usia 20 tahuan hingga saat ini. Kegagalan, ketakutan, dan mempercayai dari sebuah jatuh. Saya perlu belajar untuk lebih berani mengambil pilihan untuk menemuukan satu sisi dari diri sendiri.
Terakhir; Apa yang membuatku bahagia? Sebuah pertanyaan yang masih melekat hingga sekarang.
“Menyimpan ucapan adalah yang terbaik. Karena penyesalan terbesar yang kita miliki adalah mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak diucapkan.” (page 147)
Yang Belum Usai: Kenapa Manusia Punya Luka Batin?
Buku self improvment oleh Pijar Psikolog skala 8/10. Berjudul Yang Belum Usai: Kenapa Manusia Punya Luka Batin?
Buku ini disajikan secara runut dan ringan. Meskipun dibahas oleh beberapa penulis dari segi psikolog namun tak tumpah tindih, isinya mudah dipahami bagi yang awam mengenai bahasa psikolog.
Pada dasarnya, buku ini memberi gambaran singkat yang saya dapatkan perihal luka batin yang di miliki oleh setiap orang. Luka batin tak sembuh begitu saja. Untuk menuju baik-baik saja pun kita membutuhkan banyak tenaga, waktu, komitmen kuat bahkan biaya. Tak semudah itu, kita perlu usaha besar dalam menyembuhkan akarnya.
Saya belajar bahwa luka batin kita memang tak semudah itu saja untuk sembuh dan tumbuh lebih kuat. Banyak yang diperlukan untuk menata secara perlahan dengan baik dan memahami metode atau langkah kita untuk menyembuhkan luka batin dengan tepat salah satunya adalah sesi konseling atau ke ahlinya. Untuk menuju kearah yang lebih kuat dalam menemukan akarnya hingga kita memahami luka yang ada pada diri sendiri.
Insight yang saya dapatkan dari buku ini ialah menentukan batasan diri saya sendiri. Saya perlu mengontrol diri saya dengan menerima apa adanya dengan sepenuh hati. Saya perlu berhenti untuk menyusahkan diri dengan mengatakan "iya" namun secara terpaksa. Saya pun perlu belajar untuk beristirahat, belajar untuk berhenti, dan jujur pada diri sendiri jika saja tak mampu.
"Karena siapa lagi yang akan melindungi diri selain diri kita sendiri? Menjadi yang terbaik bukan berarti mengesampingkan sisi-sisi manusia dalam diri kita yang tentunya memiliki kapasitas yang terbatas" Page 161.
Buku ini membumikan kita untuk lebih tahu mengenai luka batin dan trauma yang sebelumnya dianggap sepele untuk lebih aware dan menguatkan orang-orang yang mengalaminya.