Pergi untuk Pulang ( Keabadian )

Aku pergi,

untuk pulang.

Maaf untuk tidak pamit padamu.

Aku pergi,

untuk pulang.

Maaf tidak mengucap selamat tinggal.

Hanya saja,

ini terlalu mendadak.


Aku kini pergi,

melihat dunia lebih luasnya lagi.

Aku kini pergi,

untuk pulang.

Kembali pada yang semestinya.


Bukankah pada temu ada pisah?

Tidak apa.

Hanya saja aku sedikit lelah saja.

Lain kali,

kita akan ketemu,

pada saatnya.

Terima kasih,

untuk setiap kenangan yang kita dekap.


Terima kasih,

atas hari yang kita satukan.

Kini, aku titip

dunia lebih luas padamu.

Biarkan kakimu melangkah pijakan.


Maaf tidak pamit.

Terima kasih tlah mengisi hariku.

Continue reading Pergi untuk Pulang ( Keabadian )

Acceptance, sebuah proses penerimaan




Proses penerimaan diri.

Sampai kapan aku mengusahakan pilihan orang lain?

Sampai kapan aku mengejar yang bukan dari hatiku?

Sampai kapan?

Sampai kapan aku memenuhi ekspektasi orang lain?

Berpura-pura bahagia?

Berpura-pura baik-baik saja?


Sampai kapan?

Gak capek?


Kapan aku mampu menolak? Mengatakan tidak pada apapun yang belum bisa aku usahakan? Lebih berani untuk meneriakan apa yang ada dihatiku.

Sampai kapan mendengar omongan orang lain tentangku?

Aku hanya memiliki dua tangan. Hanya mampu menutup dua telinga, tidak akan pernah mampu menutup keluh kesah setiap orang padaku.

Jalani saja.


Jalani tanpa sadar aku telah menghabiskan sluruh waktuku untuk bertumbuh dan memperbaiki diri. Melangkah saja, jika aku menemukan sebuah situasi yang buatku tak nyaman. Bukankah kita berhak untuk menolak?


Jalani saja.

Melangkah bebas,

seiringannya waktu.

Mungkin esok jauh lebih baik daripada hari ini.


Bukankah aku berhak menerima bahagia tawa setelah menemui luka-luka? Menerima diri apa adanya. Inilah aku, yang berusaha tumbuh tanpa adanya luka lagi.


Aku yang apa adanya, tak berhak menerima penghakiman sepihak oleh omong kosong tak berpondasi. Kenalilah aku, tolong.


Namun, paling utama adalah hati. Hati yang nyaman dalam proses penerimaan diri. Penerimaan diri yang perlahan mulai dipahami oleh kita sendiri, tanpa adanya ekspektasi jauh.





Kendari, 20 Juli 2022

21.44

Continue reading Acceptance, sebuah proses penerimaan

Ulasan Buku Beauty of Trauma

 


Finally!

Tugasku selesai menyelesaikan buku, ini.

Beauty of Trauma
Score 4/5

Buku ini juga membahas secara detail tentang luka dan trauma serta ego manusia sendiri. Namun, buku ini bagiku agak berat untuk saya, sebab adanya pengulangan pembahasan serta buku ini juga mengambil pembahasan mengenai mitologi yunani yang relate terhadap psikologi yang dapat kita nikmati. Saranku, buku ini dibaca dengan pelan dan santai agar dapat kita pahami dengan sebaik mungkin.

Yeoul mengajak kita untuk jujur dengan luka yang kita miliki, mencintai apa adanya luka agar tak menjadi trauma yang mendalam. Tak perlu takut untuk luka yang sedang ada pada diri sendiri, sebab luka-lah yang membuat kita mengenali secara mendalam dan mengajak berdamai innerchild yang sedang menangis dalam diri kita.

Yeoul juga menyertakan pertanyaan disetiap pembahasan agar kita mengajak bercerita dan mengingat dengan baik apa yang ada dalam diri sendiri, lebih tepatnya mengenal diri dengan lebih luas sehingga kita bisa merangkul dan mencintai diri sendiri. Aku adalah aku, akulah yang bisa menyembuhkan luka itu. Akulah yang bisa mengajak dengan innerchildku dan berkelana lebih jauh.

Bagiku, Beauty of Trauma adalah bagaimana kita mampu mengajak luka yang ada dalam innerchild untuk paham dan lebih berdamai, belajar dan memahami luka agar tak menjadi sebuah trauma yang tak berkesudahan. Luka bukan hanya pulih oleh waktu, namun pulih dengan power kita dan konsisten untuk mengajak innerchild untuk tumbuh agar kita tahu titik luka itu.





Continue reading Ulasan Buku Beauty of Trauma