Teruntuk Aku untuk Diriku di Masa Depan

 


Teruntuk Kamu

Dari Aku


Aku udah kuat, kok!

Hingga pada tahap ini,

berdiri semampuku.

Berani melihat duniaku,

dengan mata berbinar.


Jika saja aku lelah,

aku akan lari padamu


dan,

memberitahumu perihal rasaku.



Aku kuat kok!

Jika aku lelah,

akan kuberitahu soal rasaku.

Peluk hangat semua yang telah ku genggam.

Mengenang dengan perasaan yang mengembira.

Continue reading Teruntuk Aku untuk Diriku di Masa Depan

Pergi untuk Pulang ( Keabadian )

Aku pergi,

untuk pulang.

Maaf untuk tidak pamit padamu.

Aku pergi,

untuk pulang.

Maaf tidak mengucap selamat tinggal.

Hanya saja,

ini terlalu mendadak.


Aku kini pergi,

melihat dunia lebih luasnya lagi.

Aku kini pergi,

untuk pulang.

Kembali pada yang semestinya.


Bukankah pada temu ada pisah?

Tidak apa.

Hanya saja aku sedikit lelah saja.

Lain kali,

kita akan ketemu,

pada saatnya.

Terima kasih,

untuk setiap kenangan yang kita dekap.


Terima kasih,

atas hari yang kita satukan.

Kini, aku titip

dunia lebih luas padamu.

Biarkan kakimu melangkah pijakan.


Maaf tidak pamit.

Terima kasih tlah mengisi hariku.

Continue reading Pergi untuk Pulang ( Keabadian )

Acceptance, sebuah proses penerimaan




Proses penerimaan diri.

Sampai kapan aku mengusahakan pilihan orang lain?

Sampai kapan aku mengejar yang bukan dari hatiku?

Sampai kapan?

Sampai kapan aku memenuhi ekspektasi orang lain?

Berpura-pura bahagia?

Berpura-pura baik-baik saja?


Sampai kapan?

Gak capek?


Kapan aku mampu menolak? Mengatakan tidak pada apapun yang belum bisa aku usahakan? Lebih berani untuk meneriakan apa yang ada dihatiku.

Sampai kapan mendengar omongan orang lain tentangku?

Aku hanya memiliki dua tangan. Hanya mampu menutup dua telinga, tidak akan pernah mampu menutup keluh kesah setiap orang padaku.

Jalani saja.


Jalani tanpa sadar aku telah menghabiskan sluruh waktuku untuk bertumbuh dan memperbaiki diri. Melangkah saja, jika aku menemukan sebuah situasi yang buatku tak nyaman. Bukankah kita berhak untuk menolak?


Jalani saja.

Melangkah bebas,

seiringannya waktu.

Mungkin esok jauh lebih baik daripada hari ini.


Bukankah aku berhak menerima bahagia tawa setelah menemui luka-luka? Menerima diri apa adanya. Inilah aku, yang berusaha tumbuh tanpa adanya luka lagi.


Aku yang apa adanya, tak berhak menerima penghakiman sepihak oleh omong kosong tak berpondasi. Kenalilah aku, tolong.


Namun, paling utama adalah hati. Hati yang nyaman dalam proses penerimaan diri. Penerimaan diri yang perlahan mulai dipahami oleh kita sendiri, tanpa adanya ekspektasi jauh.





Kendari, 20 Juli 2022

21.44

Continue reading Acceptance, sebuah proses penerimaan